JENIS-JENIS CERITA RAKYAT

JENIS-JENIS CERITA RAKYAT



Jenis-jenis cerita rakyat sebagai berikut:

  • Mitos 

  • Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya.Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri. 
    Mitos yang berasal dari luar negeri pada umumnya telah mengalami perubahan dan pengolahan lebih lanjut, sehingga tidak terasa asing lagi yang disebabkan oleh proses adaptasi karena perubahan zaman. Menurut Moens-Zoeb, orang jawa bukan saja telah mengambil mitos-mitos dari India, melainkan juga telah mengadopsi dewa-dewa Hindu sebagai dewa Jawa. Bahkan orang Jawa pun percaya bahwa mitos-mitos tersebut terjadi di Jawa. Di Jawa Timur misalnya, Gunung Semeru dianggap oleh orang Hindu Jawa dan Bali sebagai gunung suci Mahameru atau sedikitnya sebagai Puncak Mahameru yang dipindahkan dari India ke Pulau Jawa. 
    Mitos di Indonesia biasanya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, terjadinya susunan para dewa, terjadinya manusia pertama, dunia dewata, dan terjadinya makanan pokok. Mengenai mite terjadinya padi, dikenal adanya Dewi Sri yang dianggap sebagai dewi padi orang Jawa. Menurut versi Jawa Timur, Dewi Sri adalah putri raja Purwacarita. Ia mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur, Sri dan Sadana disihir oleh ibu tirinya dan Sadana diubah menjadi seekor burung layang-layang sedangkan Sri diubah menjadi ular sawah.
  • Legenda

  • Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang enpunya cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu, legenda sering kali dianggap sebagai "sejarah" kolektif (folk history). Walaupun demikian, karena tidak tertulis, maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak dipergunakan sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifat-sifat folklor. Menurut Pudentia, legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite.
    Dalam KBBI 2005, legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Menurut Emeis, legenda adalah cerita kuno yang setengah berdasarkan sejarah dan yang setengah lagi berdasarkan angan-angan. Menurut William R. Bascom, legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Menurut Hooykaas, legenda adalah dongeng tentang hal-hal yang berdasarkan sejarah yang mengandung sesuatu hal yang ajaib atau kejadian yang menandakan kesaktian. Contoh cerita legenda: Sangkuriang.
  • Dongeng

    Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya. Dongeng juga merupakan dunia hayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Terkadang kisah dongeng bisa membawa pendengarnya terhanyut ke dalam dunia fantasi, tergantung cara penyampaian dongeng tersebut dan pesan moral yang disampaikan. Kisah dongeng yang sering diangkat menjadi saduran dari kebanyakan sastrawan dan penerbit, lalu dimodifikasi menjadi dongeng modern. Salah satu dongeng yang sampai saat ini masih diminati anak-anak ialah kisah 1001 malam. Sekarang kisah asli dari dongeng tersebut hanya diambil sebagian-sebagian, kemudian dimodifikasi dan ditambah, bahkan ada yang diganti sehingga melenceng jauh dari kisah dongeng aslinya, kisah aslinya seakan telah ditelan zaman.

KARANGAN ARGUMENTASI

KARANGAN ARGUMENTASI
argumentasi


Argumentasi adalah karangan yang membuktikan kebenaran atau ketidak-benaran dari sebuah pernyataan (statement). Teks argumen secara tradisional terbagi atas dua kategori yaitu induktif dan deduktif. Dalam berargumen penulis dapat memilih salah satu atau – seringkali – menggunakan kedua-duanya. Argumen tidak berarti pertengkaran. dalam teks argumen penulis menggunakan berbagai strategi atai piranti retorika untuk meyakinkan pembaca ihwal kebenaran atau ketidak-benaran itu. Tulisan argumen mungkin jenis tulisan yang paling sulit dilakukan, karena ia melibatkan smeua jenis tulisannya. Inilah tulisan yang menghasilkan sebuah perbedaan atau membuat sesuatu selesai. 

Argumen mengandalkan berbagai jenis appeal, yakni banding atau pertimbangan (seperti naik banding dalam kasus pengadilan). Berikut adalah jenis appeal yang lazim dipakai para penulis. 
  • Appeals to the writer’s own credibility (authority)
  • Pertimbangan kredibilitas atau otoritas kepakaran sang penulis dengan menunjukkan dirinya menguasai (tahu banyak) ihwal suatu persoalan dengan tetap mengahargai pandangan pembaca.
  • Appeals to empirical data 
  • Pertimbangan data empiris dengan menyajikan data primer atau sekunder untuk memperkuat argumen.
  • Appeals to reason (logical appeals)
  • Pertimbangan nalar atau logika, yakni bernalar dengan tepat ketika mengajukan pendapat disertai bukti-bukti yang meyakinkan.
  • Appeals to the reader’s emotions, values, or attitudes (pathetic or affective appeals)
  • Yaitu pertimbangan nilai-nilai, emosi, dan sikap dengan memilih contoh-contoh dan memunculkan isu-isu yang diharapkan dapat meluluhkan perasaan pembaca dengan menggunakan bahasa yang kaya makna konotatifnya.
Keempat jenis pertimbangan ini harus digunakan secara proporsional. 

Bernalar induktif mengajukan konklusi berdasar sejumlah bukti, sedangkan bernalar deduktif menggunakan kebenaran umum terhadap sebuah kasus untuk mendukung sebuah kebenaran. Kedua metode ini jika tidak dipergunakan dengan cermat dapat menghasilkan kekeliruan berpikir (fallacies)

Kejituan sebuah argumen tergantung pada pertimbangan ihwal pembaca. Bila bukti yang disajikan sedikit, pembaca akan berkesimpulan bahwa argumen penulis lemah. Bila bukti-bukti yang diajukan tidak sejalan dengan minat pembaca, pembaca akan mengira argumen penulis tidak relevan. Bila argumen penulis salah, argumen penulis akan dinilai keliru.

ANGGAPAN DASAR





ANGGAPAN DASAR



Menurut Surakhmad dalam Arikunto (2010: 104) anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Dikatakan selanjutnya bahwa setiap penyelidik dapat merumuskan postulat yang berbeda. Seorang penyelidik mungkin meragu-ragukan sesuatu anggapan dasar yang oleh orang lain diterima sebagai kebenaran.

Berdasarkan pengertian tersebut, di bawah ini adalah beberapa contoh anggapan dasa. 
  1. Menulis surat pribadi merupakan suatu kompetensi yang tercantum pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP kelas VII dan perlu diajarkan kepada para siswa pada kelas tersebut,
  2. Media pembelajaran merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan sebuah pembelajaran,
  3. Media online adalah media yang dapat diterapkan dalam pembelajaran keterampilan menulis surat pribadi, yaitu dalam menulis opini surat pembaca.

KESALAHAN BERBAHASA (III)

KESALAHAN BERBAHASA (III)


Selanjutnya, untuk memahami proses terjadinya proses kesalahan berbahasa dalam kaitannya dengan belajar bahasa kedua menurut psikologi kognitif dapat diikuti pikiran-pikiran yang dikembangkan oleh Larry Salinker dalam tulisannya yang berjudul interlanguage. Menurut dia apabila seseorang belajar bahasa kedua, ia memusatkan perhatiannya terhadap norma bahasa yang dipelajarinya. Selama membuat seperangkat tuturan dalam bahasa kedua yang tidak sama dengan tuturan yang diperkirakan dibuat oleh penutur asli bahasa tersebut untuk menyatakan maksud yang sama dengan apa yang dinyatakan oleh tuturan si pembelajar. Karena dapat diamati bahwa dua perangkat tuturan itu tidak sama dapatlah dibuat suatu konstruk yang untuk teori belajar bahasa kedua. Konstruk itu adalah adanya sistem bahasa yang terpisah yang didasarkan atas output berwujud tuturan yang dihasilkan oleh si pembelajar dalam berusaha menghasilkan tuturan yang sesuai dengan norma bahasa kedua yang dipelarinya. 

Dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa selama dalam proses belajar bahasa kedua, si pembelajar menggunakan seperangkat tuturan dalam bahasa kedua yang merupakan sistem bahasa tersendiri. Sistem bahasa pembelajar ini disebut oleh Larry Salinker dengan nama interlanguage (bahasa antara). Istilah lain untuk menyebut interlanguage adalah ideosyncratic dialect (Piet Corder), approximative system (William Nemser). Sebagian dari unsur-unsur interlanguage ini sama dengan unsur bahasa kedua yang dipelajari dan sebagian yang lain tidak sama. Kesalahan berbahasa terjadi pada sistem interlanguage ini, yaitu unsur-unsur atau bentuk-bentuk tuturan pada interlanguage yang tidak sama dengan bentuk-bentuk tuturan pada bahasa kedua yang dipelajari. Secara teoretis, unsur-unsur sistem interlanguage itu terdiri atas pembauan antara unsur-unsur bahasa pertama dan bahasa kedua yang sedang dipelajari.

Jenis-jenis kesalahan dalam pembelajaran bahasa kedua meliputi dua hal yaitu, kesalahan yang berasal dari Bahasa kedua dan kesalahan akibat pengaruh dari bahasa ibu. Berikut ini adalah jenis-jenis kesalahan dalam pembelajaran bahasa kedua :
  1. Kesalahan pada pelafalan kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia
  2. Latar belakang bahasa kedua yang berbeda dengan bahasa ibu
  3. Bahasa ibu berpotensi memengaruhi bahasa kedua
  4. Secara sadar atau tidak sadar pembelajar cenderung melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamany ke bahasa kedua
  5. Penggunaan konstruksi yang sintetis, misalnya mobilnya bandingkan dengan bentuk yang tidak baku dia punya mobil, membersiihkan bandingkan dengan bentuk tidak baku bikin bersih, memberi tahu bandingkan dengan bentuk tidak baku kasih tahu.
Lihat artikel sebelumnya:                                                                    
Lihat artikel selanjutnya:


KESALAHAN BERBAHASA (V)



KESALAHAN BERBAHASA (V)





1. Identifikasi Kesalahan


Dalam mengidentifikasi kesalahan berbahasa yang dibuat oleh pembelajar, tidak selalu apa yang terbaca secara ekspilisit (baik melalui tulisan maupun hasil transkripsi wacana lisan)menunjukkan kesalalahan. Ada bentuk dalam bahasa antara pembelajaran yang sempurna, dalam arti sesuai dengan aturan dalam bahasa sasaran, tetapi ternyata bentuk tidak sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pembicara. Jadi, pada tahap identifikasi kesalahan, yang penting adalah melakukan interpretasi terhadap yang dimaksud oleh pembelajar. Interpretasi itu dapat dilakukan dengan melihat konteks munculnya wacana itu atau dengan melakukan dialog dengan pembelajar. Konteks itu dapat pula dilihat secara kecil yang meliputi sebagian dari kalimat-kalimat yang mendahului atau mengikuti kalimat atau frasa yang sedang dianalisis itu, atau dengan melihat isi keseluruhan wacana itu. Bisa jadi dalam kasus pembelajar yang belum menguasai suatu struktur dengan sempurna itu menguji hipotesisnya (tentang bentuk yang betul). Dari sekian ujiannya itu, satu bentuk benar dan bentuk-bentuk yang lain salah.

Misalnya : 

Nama : George 
Asal : Inggris 
George : saya punya rumah sangat kecil
Seharusnya : rumah saya sangat kecil


2. Deskripsi Kesalahan

Kegiatan utama dalam melaukan deskripsi kesalahan adalah membandingkan wacana pembelajar dengan rekonstruksi yang sahih. Pada tahap ini, langkah yang diikuti mirip dengan analisis kontarstif. Dari perbandingan kedua bentuk itu (bentuk dari bahasa anatara pembelajar dan bentuk yang sempurna dalam bahasa sasaran yang dimaksud pembelajar dapat ditemukan pola-pola kesilapan.Tujuan utama langkah ini adalah memberikan keterangna tentang kesilapan itu s ecara linguistik. Oleh karena itu, dalam membuat perbandingan dan deskripsi, perlulah diterapkan suatu model tata bahasa tertentu yang dipakai membuat deskripsi itu, misalnya Tata Bahasa Struktural atau Tata Bahasa Transformasi Generatif. Adapun pola-pola kesalahan itu dapat diklasifikasikan menurut tataran dan jenis perubahan dari bentuk dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran. Tataran bahasa bisa meliputi fonologi, morfologi, dan sintaksis.

Penjelasan : 

Inggris : my house is very small
Ujaran george : saya punya rumah sangat kecil
Seharusnya : rumah saya sangat kecil


3. Penjelasan Kesalahan

Tahap deskripsi kesalahan menekankan proses kesalahan dari segi linguistik, se dangkan tahap penjelasan memeberikan deskripsi tentang mengapa kesilapan itu terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Dengan kata lain, pada tahap ini kita mencari sumber kesalahan itu dan proses terjadinya kesalahan dari sumbernya sampai dengan kemunculannya dalam bahasa sumber.

Penjelasan : george masih menerjemahkan secara utuh dari bahasa ibunya ke bahasa Indonesia. Sehingga terjadilah kesalahan struktur.


4. Kuantifikasi Kesalahan

Kuantifikasi kesalahan dilakukan dengan menghitung kemunculan masing-masing kesalahan berbahasa dan kemudian bisa pula dihitung persentase kesalahan berbahasa itu. Langkah terakhir ini tidak wajib dikerjakan, tetapi diperlukan dalam menarik kesimpulan dalam melakukan perbandingan. Perbandingan dapat dilakukan antara frekuensi jenis kesalahan dalam satu kasus (sampel) atau membandingkan dengan sampel lain. Oleh karena itu, langkah ini berkaitan erat dengan langkah deskripsi kesalahan.


Lihat artikel sebelumnya: